Tags

, , , , , , ,

Sebagai penikmat kopi, saya tak begitu peduli dengan jenis kopi hitam yang saya nikmati setiap hari, tak memperdulikan merknya, yang penting buat, racik seduh, dan setelah itu seruput deh.

Saya bahkan selalu minum kopi dalam porsi besar, menikmati kopi sebagai pelepas dahaga, pakai gelas besar bergagang. Kebiasaan ngopi ini mulai sejak empat tahun terakhir ini lantaran sering ngerjain tugas kuliah di malam hari nya, maklum mahasiswa fakultas teknik jurusan Civil Engineering tak lepas dari tugas kuliah yang sebegitu dahsyatnya, sampai-sampai harus dilembur sampai tengah malam, dengan begitu kopi pun menjadi teman saya dalam keseharian.

Saya tak begitu pilih-pilih jenis kopi, racikan kopi, maupun takaran kopi, yang penting ngopi. Saya sudah mencicipi beberapa macam kopi, karena penasaran, saya mencoba semua jenis kopi yang baru saya temui, seperti Kopi Sumatera, Kopi Aceh, Kopi Bali, Kopi Arabika,Kopi Luwak, Kopi Robusta.

Kebiasaan ngopi bukanlah tren yang baru belakangan ini saja muncul seiring dengan menjamurnya gerai dan kedai kopi, Budaya itu sebenarnya sudah muncul di Arab, Eropa, Amerika

Keseharian rasanya tak lengkap tanpa kopi, memang banyak alasan seseorang menikmati kopi, ada yang menikmatinya sebagai pengganti minuman suplemen, ada yang untuk penyemangat aktivitas dan lain sebagainya.

Kebiasaan ngopi bukanlah tren yang baru belakangan ini saja muncul seiring dengan menjamurnnya kedai dan gerai kopi. Budaya itu sudah muncul di Negara Arab, Eropa, Amerika Latin, dan belahan dunia lain sejak pertengahan abad lalu. Namun perubahan budaya masyarakat dalam kebiasaan meminum kopi, dari pola konvensional (drip coffee system) yang hanya butuh 8 gram/cup menjadi espresso dalam bentuk kopi ekxtrak, yang butuh sedikitnya 15 gram/cup, ini tentu menjadi salah satu factor peningkatan jumlah konsumsi kopi.

Pernah coba membandingkan rasa kopi dari satu coffee café ke café lainnya, mencoba bagaimana taste masing-masing café seperti apa dan coba memesan Kopi Arabika di salah satu café A, rasanya begitu aneh dibanding dengan café B, padahal menu rasa kopi selain kopi Arabika tersebut di café A begitu nikmat, kalo begini rasa dari racikan memang bukan menjadi patokan sebuah café, karena rasa kopi itu berdasarkan personal taste, dan taste setiap orang sangat berbeda menurut saya.

Jadi , bagaimana suatu jenis kopi bisa disebut yang terbaik ? Kopi terbaik itu relative karena cita rasa kopi tergantung dari racikan dan penyajiannya, dan juga personal taste.